Kasus Kematian ABK Supriyanto Masih Jadi Sorotan Internasional
03 November 2016
(Tegal, 03/11) – Selama hampir setahun lebih kasus kematian yang menimpa Supriyanto masih belum menemui titik terang. ABK Indonesia asal Tegal tersebut meninggal di atas kapal ikan berbendera Taiwan akibat penyiksaan yang dilakukan oleh sesama ABK atas perintah kapten kapal. Meski berbagai upaya hukum telah ditempuh pihak keluarga Supriyanto, namun sampai hari ini pemerintah Indonesia seolah membiarkan persoalan berlarut-larut tanpa penyelesaian yang jelas.
Pada Rabu, (27/10) INFISA bersama dua orang reporter Taiwan dari twreporter.org sengaja mengunjungi keluarga Supriyanto kembali guna mengorek keterangan lebih detail tentang kasus kematian Supriyanto.
Kondisi Jenazah Supriyanto Mengenaskan

INFISA dan wartawan Taiwan beserta Keluarga Supriyanto berziarah ke makam Supriyanto
Melalui serangkaian diskusi dengan salah satu keluarga Supriyanto berhasil diperoleh keterangan bahwa Supriyanto meninggal dalam keadaan mengenaskan. Jasadnya rapuh tersimpan di dalam peti. Menurut penuturan Rusmiyati, adik Supriyanto, saat pihak keluarga hendak memakamkan jasad Supriyanto mereka melihat keadaan Supriyanto sangat menyedihkan. Bagian kepalanya sudah separuh tengkorak dan bagian tubuh lainnya hanya terlihat tulang berbalut kulit. Mata Supriyanto sudah tidak lagi utuh dan pihak keluarga menduga organ dalam Supriyanto juga hilang.
Awalnya keluarga hendak memakamkan jenazah Supriyanto dengan cara Islam, namun karena jasad tidak mungkin untuk diangkat kemudian keluarga langsung memakamkannya beserta peti mati Supriyanto.
Merantau Guna Menopang Beban Keluarga
Supriyanto merupakan anak ke dua dari delapan keluarga. Sebelum merantau ke Taiwan menjadi ABK, ia tidak pernah berpengalaman kerja di laut. Keluarga Supriyanto menuturkan jika dirinya selama ini bekerja sebagai kondektur bus luar kota jurusan Jakarta – Tegal. Saat itu Supriyanto mengeluh pada adik sepupunya kalau gaji sebagai kondektur bus sangatlah kecil. Ia merasa tidak mampu menanggung biaya hidup adik-adik dan anaknya dengan pendapatannya selama ini.
Atas dasar itu Supriyanto kemudian memutuskan untuk merantau ke luar negeri dengan menjadi ABK. Diketahui ia berangkat dua kali ke Taiwan. Awalnya ia berangkat selama setahun kemudian kembali lagi dalam keadaan selamat. Untuk kedua kalinya ia mendapat tawaran berangkat lagi ke Taiwan melalui PT. Jangkar Jaya Samudera yang berkantor di Pemalang. Namun naas, kali keduanya Supriyanto mesti mendapat musibah yang mengakibatkan dirinya meninggal dunia karena disiksa.
Media Taiwan Mengekspos Kasus Supriyanto

Wartawan Taiwan - twreporter.org wawancara dengan keluarga Supriyanto
Meski telah berlangsung selama lebih dari setahun, kasus kematian Supriyanto masih menjadi sorotan dunia internasional terutama masyarakat Taiwan. Media Taiwan twreporter.org menurunkan dua orang reporternya khusus untuk investigasi lapangan mengenai kasus tersebut. Didampingi INFISA, mereka mengunjungi keluarga Supriyanto di Slawi, Tegal dan berziarah ke makamnya.
Menurut penuturan dua orang reporter Taiwan tersebut kepada INFISA, saat ini pengadilan Taiwan masih melakukan proses hukum kepada kapten kapal yang membawa Supriyanto dan beberapa ABK Indonesia lainnya. Jaksa di Taiwan membutuhkan bukti yang lebih kuat guna menuntut kapten kapal dengan hukuman maksimal. Karenanya hasil investigasi mereka akan membantu proses pengadilan kedepannya.
Pemerintah Indonesia Tidak Responsif Terhadap Persoalan WNI di Luar Negeri
Sekretaris Jendral INFISA, Jamaludin Suryahadikusuma menilai bahwa Pemerintah Indonesia seakan tidak peduli dengan warganya yang mendapat musibah di luar negeri. Jamal mengaku telah melakukan berbagai upaya pendampingan kepada Supriyanto dan keluarganya hingga berencana berkunjung ke Taiwan untuk memastikan proses hukum di sana berjalan.
“Sementara pihak Taiwan sangat responsif dan komitmen terhadap penanganan kasus ABK Indonesia yang meninggal disana, Pemerintah Indonesia justru tidak melakukan apa-apa. Hal ini sungguh sangat miris dan memalukan,” papar Jamaludin.
Jamaludin menginginkan agar Pemerintah lebih serius untuk melakukan bantuan hukum terhadap ABK Indonesia yang bermasalah di luar negeri.
“Kasus Supriyanto hanyalah satu kasus diantara ribuan kasus yang menimpa ABK Indonesia. Namun sayangnya Negara tidak hadir dalam memberikan perlindungan kepada warga negaranya,” tegas Jamal. []