INFISA, Yilan Migrant Fisherman Labor Union, P.C.T Seamen’s/Fishermen Service Center Taiwan kerjasama advokasi ABK Indonesia
06 March 2017
INFISA, 6 Maret 2017 – Kasus eksploitasi terhadap ABK Indonesia yang bekerja di kapal ikan asing terutama kapal Taiwan masih saja terjadi. Persoalan demikian kompleks, tak hanya terjadi saat ABK bekerja di kapal bahkan juga terjadi di Indonesia.
Pada Rabu (1/03/2017), Indonesian Fisherman Association (INFISA) kedatangan tamu khusus dari Taiwan, yaitu Yilan Migrant Fisherman Labor Union dan P.C.T Seaman’s/Fishermen Service Center guna melakukan advokasi langsung dengan mendatangi keluarga ABK Indonesia yang menjadi korban di kapal Taiwan.

Orang tua Nasirin, ABK Indonesia yang meninggal akibat diculik perompak Somalia
Bersama INFISA, mereka mendatangi keluarga ABK Indonesia yang meninggal akibat diculik perompak Somalia melalui kapal Naham 3 dan melakukan investigasi terkait asuransi yang masih menyisakan masalah. Nasirin, ABK Indonesia yang meninggal sampai hari ini belum mendapat asuransi yang layak dari pihak Taiwan. Untuk itu LSM asal Taiwan tersebut hendak membantu menyelesaikannya dengan berkordinasi dengan INFISA.
Alison Lee, Sekjen Yilan Migrant Fishermen Labor Union menuturkan bahwa ABK Indonesia yang bekerja di Kapal Naham 3 berangkat hanya berdokumen Letter of Guarantee (LG), karena itu mereka tidak terdata di Departemen Tenaga Kerja Pemerintah Taiwan, sehingga saat terjadi masalah terhadap ABK, Pemerintah Taiwan tidak bersedia menangani. Saat ini Alison Lee bersama LSM Taiwan lainnya tengah mendorong perubahan kebijakan pemerintah Taiwan agar ABK Indonesia yang bekerja melalui dokumen LG mesti terdaftar di Departemen Tenaga Kerja Taiwan.

Sekjen INFISA, Jamaludin saat berdiskusi persoalan ABK Indonesia di Kapal Taiwan di rumah Keluarga Nasirin, ABK meninggal korban perompak Somalia yang bekerja di Kapal Naham 3
Sekjen INFISA, Jamaludin Suryahadikusuma saat berdiskusi terkait ABK Indonesia bersama Alison Lee dan pihak keluarga Nasirin menjelaskan bahwa ABK Indonesia yang bekerja hanya menggunakan dokumen LG sangat rentan mendapat masalah terutama terkait perlindungan hak-hak ABK tersebut. Dokumen LG kebanyakan digunakan ABK Indonesia yang bekerja ke kapal Taiwan melalui Visa Transit, bukan Visa tinggal. Menurutnya hal itu membuat ABK Indonesia rentan mengalami eksploitasi karena kapal ikan Taiwan beroperasi di laut lepas. [AR]