Hari Ikan Nasional 2016 : Tangkapan Ikan Besar, Nelayan Masih Miskin
21 November 2016
(Tegal, 21/11/2016) – Sebagai negara kepulauan yang memiliki wilayah laut luas, Indonesia memiliki potensi sektor perikanan terbesar di dunia. Data dari Kementerian Perikanan dan Kelautan (KKP) tahun 2016 diketahui potensi produksi ikan tangkapan di Indonesia meningkat sekitar 2,1 juta ton menjadi 7,9 juta ton dari semula 5,8 juta ton. Namun potensi sebesar itu ternyata belum berimbas secara signifikan terhadap taraf hidup nelayan tradisional yang mayoritas masih miskin.
“Rata-rata pendapatan rumah tangga nelayan tradisional masih rendah, disamping itu kualitas sumber daya manusia nelayan kita juga rendah. Banyak diantara mereka hanya mengenyam pendidikan minim. Menyedihkan meski capaian tangkapan ikan laut besar tapi tak berkorelasi dengan peningkatan taraf hidup mereka,” papar Jamaludin Suryahadikusuma, Sekjen Indonesian Fisherman Association (INFISA).
Bertepatan dengan momentum peringatan Hari Ikan Nasional (Harkannas) yang jatuh setiap tanggal 21 November, Indonesian Fisherman Association (INFISA) menilai jika potensi tangkapan ikan yang besar itu ternyata masih belum bisa dinikmati oleh sebagian besar masyarakat.
“Sebagian besar hasil tangkapan ikan laut yang berkualitas selalu dijadikan komoditas ekspor. Sangat ironis kalau kita bisa menyuplai kebutuhan konsumsi ikan negara lain sementara anak-anak kita masih kekurangan gizi dan protein,” jelas Jamal.
Pemerintah Belum Beri Solusi Kepada Nelayan

Sekjen INFISA saat berdiskusi dengan nelayan tradisional di Batang, Jawa Tengah
Selain itu sebagian nelayan juga harus berhadapan dengan munculnya peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan terkait pelarangan penggunaan alat tangkap cantrang yang justru membuat nelayan tak bisa melaut sehingga berpengaruh langsung dengan tingkat pendapatan mereka. Menurut Jamal, pemerintah sampai hari ini masih belum memberi solusi yang tepat dan cepat guna meningkatkan produktifitas nelayan.
“Nelayan tak bisa melaut karena pelarangan cantrang. Ini diskriminasi. Menteri Susi jangan membuat kebijakan sepihak, jangan asal larang tapi tanpa diberi solusi. Mereka (nelayan) harus menafkahi kebutuhan hidup keluarga setiap harinya”, tegas Jamal.
Banyak Nelayan Beralih Profesi Jadi ABK
Persoalan kemisikinan nelayan tradisional di Indonesia juga berimbas kepada hal lain. Seperti diakui Jamal, banyak dari nelayan tradisional kemudian beralih profesi menjadi Anak Buah Kapal (ABK) dengan bekerja di kapal ikan asing yang kerap beresiko besar.
“Di wilayah pantai utara Jawa Tengah banyak nelayan yang kemudian jadi ABK ke luar negeri terutama ke Taiwan. Mereka harus siap berhadapan dengan resiko besar, mulai dari gaji yang tak dibayar hingga kecelakaan yang tak jarang menyebabkan kematian. Belum ABK yang kemudian diculik kelompok teroris,” pungkas Sekjen INFISA tersebut. [*]