Deretan Rumah Mewah di Kampung ABK Suradadi Tegal
18 March 2017
TEGAL, Puluhan bangunan rumah mewah berjejer di sepanjang Jalan KH. Rais, Desa Suradadi, Kecamatan Suradadi, Kabupaten Tegal. Sebagian besar rumah itu berlantai dua, berpagar megah, dan dilengkapi dengan garasi mobil.
Di sepanjang jalan itu, jarang ditemukan laki-laki sebagaimana sebuah kampung pada umumnya, sebaliknya banyak perempuan dan ibu-ibu yang sedang sibuk menggendong anaknya.
Ya, inilah Suradadi, desa yang berada di pesisir pantai utara (Pantura) yang juga dikenal dengan Kampung anak buah kapal (ABK). Para pria di kampung ini sebagian besar berprofesi sebagai pelaut baik lokal maupun internasional.
Mereka tersebar diperairan berbagai belahan dunia. "Mereka berlayar di berbagai negara seperti Spanyol, Jepang, Portugal, Inggris, Taiwan, dan Rusia," kata salah satu tokoh ABK setempat, Muksin, 49 tahun, beberapa waktu lalu.
Menurut Muksin, banyak warga Suradadi yang kemudian sukses dan membangun rumahnya. Bahkan, tak hanya mengajak saudara dan tetangga, sebagian ada yang membuka agen pengiriman ABK ke negara-negara tersebut. Saat ini ada belasan perusahaan penyalur yang berkantor di Suradadi. "Mereka itu sudah punya jaringandi sana."
Bagi para pemuda di Suradadi, menjadi pelaut luar negeri itu keren. Apalagi kalau kerjanya di kapal berbendera Spanyol, karena gajinya paling banyak dibanding kapal lain. Sedangkan Kapal Taiwan di sana dianggap memiliki kasta terendah.
Makanya, para ABK dari Taiwan itu kebanyakan bukan dari warga asli Suradadi. Mereka berasal dari Brebes, Pemalang, Slawi, dan kota-kota di luar Jawa. "Orang sini lebih memilih kerja di Spanyol yang gajinya besar. Ada sih yang ke Taiwan tapi tidak seberapa," kata Muksin.
Indonesian Fisherman Assosiation (INFISA), sebuah asosiasi yang menaungi para ABK yang bermarkas di Suradadi, mencatat 80 persen laki-laki yang ada di desa tersebut berprofesi sebagai pelaut. Jumlahnya hampir mencapai 70 ribu jiwa.
Dari jumlah itu, hanya 20.829 jiwa yang menjadi nelayan lokal. Sisanya mereka bertebaran berlayar di luar negeri. Jumlahnya hampir 50 ribu. Sekitar 90 persen bekerja di kapal ikan, sisanya di kapal niaga.
Sekretaris Jenderal INFISA, Jamaludin Suryahadikusuma, mengatakan kondisi itu sebenarnya potensi yang luar biasa. Diperkirakan duit yang dikirimkan ke desa tersebut mencapai miliaran rupiah setiap bulannya.
INFISA sendiri saat ini masih menghitung kepastian jumlahnya. "Kami lagi mengecek yang lewat nank berapa, yang lewat pos berapa. Nah yang sulit itu yang gajinya sistem delegasi. Kami belum mendeteksi. Tapi jumlahnya kalau dihitung itu fantastis," kata dia.
